Friday 6 August 2010

PENYELESAIAN KASUS PULAU SIPADAN-LIGITAN

BAB I
PENDAHULUAN

Laut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia melalui negara untuk memenuhi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pada zaman dahulu laut dapat dimanfaatkan oleh setiap Negara yang ingin memanfaatkannya, namun dengan adanya rezim hukum laut menurut UNCLOS 1982 yang berisi berbagai peraturan dan pembatasan bagi setiap Negara untuk memanfaatkan sumber daya alam berupa laut tersebut. Rezim hukum laut tersebut terdiri dari
1.   Laut territorial (territorial sea) sejauh 12 mil lait dari garis pangkal (pasal 3 UNCLOS)
2.   Zona Tambahan (contigurous zone) sejauh 24 mil laut.yang diukur dari garis pangkal (pasal 33 ayat (2) UNCLOS)
3.   Zone Ekonomi Eksklusif (Exclusive economic zone) sejauh maksimal 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal (pasal 57 UNCLOS)
4.   Landas Kontinen (Continental Shelf) sejauh 200 mil laut sampai dengan 350 mil laut atau sampai dengan 100 mil laut dari kedalaman (isbobath) 2500m (pasal 76 ayat (4) sampai dengan ayat (6) UNCLOS)
5.   Laut Lepas (high seas): Wilayah yang tidak termasuk ZEE, laut territorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman (pasal 86 UNCLOS)
6.   Kawasan (area) yaitu dasar laut dan dasar samudera serta tanah dibawahnya diluar batas batas yurisdiksi nasional, sebagai, common heritage.
7.   Perairan kepulauan (archipelagic waters) khusus untuk Negara kepulauan pasal 49 ayat 1 UNCLOS
8.   Wilayah Pesisir yaitu sebagai wilayah peralihan atau pertemuan antara wilayah darat dan laut.

Dengan adanya peraturan rezim tersebut belum bisa diterapkan pada setiap Negara yang memiliki wilayah tersebut, hal ini disebabkan oleh:
1.   Faktor Historis, dimana suatu Negara menentukan batas wilayah lautnya berdasarkan sejarah wilayah kerajaan di masa lampau, atau berdasarkan penemuan wilayah baru oleh Negara tersebut.
2.   Faktor ekonomi, menyangkut masalah devisa dari sumber daya yang terdapat di laut tersebut.
3.   Faktor geografis, dimana bentuk Negara tersebut terhimpit oleh Negara lain yang mengakibatkan batas wilayah lautnya kabur.

Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Penyelesaian Sengketa Wilayah Maritim Indonesia vs Malaysia yang menyangkut laut territorial,ZEE, dan landas kontinen”

B.  Perumusan Masalah
1.   Apakah yang menjadi penyebab sengketa Indonesia VS Malaysia ?
2.   Apa dasar hukum yang mengatur ?
3.   Bagaimana Penyelesaian Sengketa ?

















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Penyebab Sengketa Indonesia-Malaysia
      Penyebab sengketa Indonesia- Malaysia khususnya sengketa menganai pulau Sipadan-Ligitan. Mengapa pulau merupakan obyek sengketa kelautan karena garis wilayah laut territorial diambil dari pulau-pulau terluar suatu Negara. Sistem administrasi kedua pulau tersebut selama ini tidak jelas atau kabur. Sementara dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sendiri kedua pulau tersebut tidak tercantum sebagai wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padahal dalam ketentuan hukum internasional bila suatu Negara memiliki wilayah atau mengklaim suatu wilayah harus terdapat bukti yang menunjukkan bahwa sipadan ligitan masuk wilayah Indonesia, bukti-bukti tersebut adalah:
   a.               Indonesia mengklaim sipadan ligitan berdasarkan peta kerajaan       nasional majapahit.
   b.   Malaysia mengklaim kedua pulau tersebut berdasarkan faktor kedekatan geografis.
   1. Sosial budaya di kedua pulau tersebut
   2. Sistem administrasi kependudukan.

Namun, ternyata dalam prakteknya kehidupan di pulau Sipadan dan Ligitan lebih cenderung ke Malaysia, hal itu ditunjukkan oleh:
1.   Adanya patok-patok wilayah perbatasan oleh Malaysia
2.   Transaksi dalam sehari-hari menggunakan mata uang ringgit yang merupakan mata uang Malaysia
3.   Ternyata penduduk sipadan ligitan tidak memiliki kartu tanda penduduk Indonesia
4.   Bahasa yang digunakan adalah melayu, bahkan ada yg sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia
5.   Pembangunan di kedua pulau tersebut lebih banyak dilakukan oleh Malaysia

Oleh karena sebab-sebab tersebut diatas maka Malaysia mengklaim kedua pulau tersebut sebagai miliknya, yang mana membuat pemerintah Indonesia kecolongan.

B.     Dasar hukum wilayah maritim antara Indonesia dan Malaysia
      a.   Persetujuan tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara ditandatangani 27 Oktober 1969 di Kuala Lumpur dan di ratifikasi dengan Keppres No.89/1969, LN 1979/54.
      b.   Perjanjian tentang Penetapan Garis Batas Laut Teritorial kedua Negara di Selat Malaka yang ditandatangani di Kuala Lumpur tanggal 17 Maret 1970 dan diratifikasi dengan UU No. 211971, LN 1971/16.
      c.   Persetujuan antara RI, Malaysia dan Thailand tentang Penetapan Garis-garis Batas Landas Kontinen di Bagian Utara Selat Malaka, yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971 dan diratifikasi dengan Keppres No. 20/1972, LN 1972115

C.        Penyelesaian Sengketa
            Setelah mengalami perdebatan yang sengit, akhirnya kedua Negara tersebut bersepakat untuk membawa masalah tersebut ke Mahkamah Internasional. Di mana berdasarkan fakta-fakta yang diajukan oleh kedua belah pihak membuktikan fakta-faktanya sehingga akhirnya Malaysialah yang mampu membuktikan bahwa secara administrasi Malaysia sudah menduduki pulau tersebut.
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) telah memutuskan bahwa Malaysia memiliki kedaulatan atas Pulau Sipadan-Ligitan. Pemerintah Indonesia menerima keputusan akhir Mahkamah Internasional (MI). Kala itu, pada sidang yang dimulai pukul 10.00 waktu Den Haag, atau pukul 16.00 WIB, MI telah mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.
Kemenangan Malaysia, berdasarkan pertimbangan effectivitee, yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu). Di pihak yang lain, MI juga menolak argumentasi Indonesia yang bersandar pada konvensi 1891, yang dinilai hanya mengatur perbatasan kedua negara di Kalimantan. Garis paralel 14 derajat Lintang Utara ditafsirkan hanya menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titik pantai timur Pulau Sebatik, sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional pada waktu itu yang menetapkan laut wilayah sejauh 3 mil.
Sesuai dengan kesekapatan antara Indonesia-Malaysia tidak ada banding setelah keputusan ini. Sebab, keputusan mahkamah ini bersifat final dan mengikat. Tentang tindak lanjut pasca keputusan MI, menteri menyatakan, langkah pertama yang diambil adalah merumuskan batas-batas negara dengan negara-negara terdekat. Untuk Sipadan-Ligitan akan ditarik batas laut wilayah sejauh 12 mil dari lingkungan dua pulau tersebut.





BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
         a.   Kasus sengketa tentang perebutan wilayah pulau Sipadan-Ligitan oleh Malaysia dan Indonesia telah diselesaikan oleh Mahkamah Internasional dengan hasil keputusan pulau tersebut jatuh pada Malaysia dan didukung oleh fakta-fakta.
         b.   Kasus ini merupakan pembuktian bahwa salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa Internasional adalah melalui Mahkamah Internasional
B.        Saran
                  a.   Setiap Negara harus menjaga kedaulatan wilayahnya agar tidak diklaim oleh Negara lain.
                              b.   Apabila ada sengketa antarnegara, baik wilayah maupun yang lainnya, harus diselesaikan secara damai terlebih dahulu. Apabila tidak tercapai, maka diajukan ke PBB.

No comments:

Post a Comment